Supernova: Akar – Bukan Buku Biasa!

Source: wikipedia.com

Saya bukan pembaca Science Fiction, tapi karena tahun 2022 bertemu teman-teman di komunitas pengembangan diri, saya jadi terpapar buku Supernova ber-genre science fiction. Pernah kami angkat untuk dibahas secara online, tapi sayangnya saya tidak ikut membahasnya karena memang tidak tertarik hehe. Kegiatan tersebut terekam rapi dan diunggah di channel Youtube Growth Space, kalian bisa mengaksesnya di sini. Beberapa hari setelahnya, entah kenapa tiba-tiba manusia unik yang berkesadaran bermunculan, terutama setelah sesi yang saya selenggarakan dan meng-iya-kan praktikum telepati mendadak dari seorang member. Sejak saat itu, pembahasan di komunitas dipenuhi dengan pembahasan spiritualitas, yang mana kebetulan saya sedang tidak terlalu in-touch di komunitas.

Banyak hal yang terjadi di hidup saya dan berkaitan dengan teman-teman komunitas, mungkin akan saya ceritakan di postingan lain. Entah gimana ceritanya, pembahasan Supernova muncul kembali di tahun 2024 dan ini menjadi atensi penuh terhadap saya. Akhirnya, saya mulai membaca Buku Serial Supernova yang pertama, dimulai dari Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Karena bahasanya terlalu sains, jadi saya memulai perjalanan Supernova dari filmnya dengan durasi 2 jam 16 menit itu kemudian lanjut ke bukunya.

Banyak cerita di Supernova yang berkaitan di kehidupan saya, juga dengan kondisi komunitas. Selama menikmati karya Supernova: KPBJ, saya hanya bisa ketawa. Semacam nostalgia dengan kejadian 1-1,5 tahun terakhir di kehidupan saya dan sekitar. Karya ini menjadi jalan pintas untuk mengerti kondisi pada waktu tersebut. Saya menyelesaikan karya KPBJ di bulan Januari, kemudian ada selang waktu yang cukup panjang untuk pindah ke buku keduanya, Akar.

Source: Deelestari.com

Awal Mei, tiba-tiba Thirty Days of Lunch (TDOL) mengadakan seleksi volunteer TDOL class bersama Dee Lestari yang diadakan pada tanggal 1 Juni 2024. Gak pake mikir, saya iseng daftar dan hasilnya lolos. Sejak itu, muncul keinginan lagi untuk melanjutkan baca buku kedua Supernova.

Saya belum pernah membaca ringkasan Akar, tapi sering mendapat cerita bahwa karakter utamanya, Bodhi, kemampuannya mirip dengan seorang teman di komunitas. Hal ini bikin semakin menarik untuk dibaca karena penasaran, semirip apa? Entah kenapa, saya juga mendapat tarikan untuk membaca Akar 3 hari sebelum saya trip ke Jogja-Solo untuk ikutan Full Day Waisak! Dan lagi-lagi, pas baca bagian awal-awal ini macem ada keinginan untuk menyelesaikan sebelum kegiatan waisak, 23 Mei 2024.

Karena banyaknya distraksi, jadi Buku ini baru saya selesaikan seminggu setelah waisak. Saya menemukan jawaban kenapa saya harus baca buku ini dan beberapa pertanyaan misteri kehidupan, juga saya temukan di buku ini!

Akar

Buku Supernova: Akar ini menceritakan tentang Bodhi, seorang laki-laki yang ditemukan dan dibesarkan di Vihara oleh Guru Liong. Dia lahir dengan bakat yang tidak biasa, “berubah” menjadi makhluk lain! Di sini saya langsung teringat dengan ucapan teman-teman saya. Bagian pengalaman Bodhi menjadi makhluk lain mengingatkan momen saya ber-telepati di komunitas. Yang saya ingat saat itu, partner telepati saya menginformasikan kalo saya dapet visual yang Ia kirim itu dari POV bajunya.

Mungkin sebagian orang berpendapat memiliki kemampuan “melihat” dari POV orang lain itu sebuah keistimewaan, tapi tidak dengan Bodhi di buku Akar. Kemampuannya itu hanya membawa derita dan rasa takut, sehingga menimbulkan keinginan dirinya untuk mati aja. Tapi dirinya tidak yakin masalah akan selesai ketika Ia memilih untuk mati.

Ada satu kalimat dari Bong yang saya sependapat dengan opininya:

Jauh-jauh orang ngomong soal neraka. Bukannya kita sekarang lagi terbakar hidup-hidup di sana?

Bong. Supernova: Akar.

Perkara melihat manusia semakin tidak seperti manusia. Ya, sesuai dengan realita di kehidupan ini. Banyak manusia tidak seperti manusia demi keserakahan masing-masing personal.

Selain diberi kemampuan “melihat”, Bodhi juga diberikan kemampuan mengutuk siapapun lewat ucapannya. Kata-kata yang menyentil diri saya yaitu:

Setiap kata adalah mantra. Kau kutuk dirimu. Kau kutuk orang lain. Kau berkati neraka. Kau tutup pintu surga. Hanya dengan berkata-kata

Bodhi. Supernova: Akar.

Ada beberapa kejadian tidak menyenangkan hadir di hidup saya, yang hadir karena perkataan dan pikiran saya sendiri. Sejak itu, saya mulai memperhatikan apa yang saya pikirkan, kemudian secara sadar mengeluarkan ucapan yang tidak menimbulkan hal-hal negatif karena seperti kata Bodhi: Setiap kata adalah mantra.

Di awal perjalanan Buku Akar, Bodhi memilih untuk keluar dari Vihara kemudian izin dengan Guru Liong, seorang yang membesarkannya selama ini. Ketimbang melarang, Guru Liong mendukung penuh keputusan Bodhi untuk keluar dari Vihara, karena dia sudah memimpikan Bodhi pergi jauh mencari kesejatian.

Pergi jauh mencari kesejatian. Saya merasa klik dengan kalimat ini. Pergi jauh dan kesejatian. Dari tahun 2023, saya sering mendapat pesan untuk keluar dan pergi jauh dari orang-orang yang baru saya kenal. Sampai detik saya membaca buku Akar, saya masih bingung kenapa saya harus keluar dan kata kesejatian ini juga mengingatkan diri saya di tahun 2012 yang menuliskan di bio blognya: Sedang mencari jati diri. Tahun 2012, saya masih 15 tahun. Ketika membaca bagian tersebutpun, saya jadi muncul pertanyaan: memang apa arti kesejatian?

Petualangan pertama Bodhi bertemu dengan Kell, tattoo artist yang selama ini mencari sosok Bodhi untuk melengkapi hidupnya. Bodhi diminta untuk memilih tattoo untuk dipasang di tubuhnya, dan dia sangat bingung dengan kondisi tersebut. Ia tidak mendapat vision apapun. Ia clueless mesti pilih gambar yang mana untuk dipasang di tubuhnya. Ia meminta kesempatan untuk berpikir, namun malah dihujat Kell. Katanya:

Don’t think, you fool. Feel.

Kell. Supernova: Akar

Kejadian di bagian ini mengingatkan dengan pengalaman sendiri, di mana saya lebih cenderung “berpikir” dibanding “merasa” dalam memutuskan sesuatu. Ada satu kejadian juga di tahun lalu, ketika saya mengikuti acara di salah satu wellness center di Jakarta dengan tema Redefine You: Overcoming Limiting Beliefs, dan setelah acara, ada kejadian seperti berikut. Saya salin dari laporan yang saya kirim ke teman-teman saya.

Kan ada 1 lakik yg terkesan pekerja keras bgt trs dia mempertanyakan apakah dia sudah bebas dari limiting beliefs atau hal2 lain yg menghambat dia atau ya dia masih ada denial, dijelasin sama speakernya, dikasih contoh pake 2 kristal dan mengibaratkan yg kanan itu denial, yg kiri itu bebas. Tapi si lakik masi mempertannyakan cara milihnya gimanna dan dijawab pilih yg paling berat, sampe dituker2 tuh kristal utk cek beratnya sama apa ngga. padahal teh kata gua mah ikutin badan aja mau pilih mana. Trs tbtb sadar dan blg, oh seperti melihat saya sedang denial.

Trs dari kapan hari tu gw mikir soal overanalyze grgr dulu gw sering dikomen "yauda si gausa overanalyze" trs kdg mikir jg analyze smtg itu bgs knp gabole, soalnya jd membatasi saya utk ketemu 'jawabannya'

Dan skrg gw bru ngerti overanalyzenya Anita tuh sampe mempertanyakan kebenerannya. Padahal, You just know. Your body just knows. You don't need to seek the truth 

Dan akhirnya, sejak itu saya mulai belajar memilih dengan rasa.

Menjelang akhir cerita Akar, Bodhi bertemu dengan Luca yang sedang high. Terjadi percakapan yang lagi-lagi menyentil diriku. Pertanyaan, “Berapa lama kamu berencana di sini, where is your next destination?” menjadi trigger perbincangan mereka yang membahas kisah Adam dan Hawa. Di sini, Luca bilang, “Saya tidak pernah menganggap Hawa melakukan hal yang buruk. Tidak sama sekali. Apel itu membuka pikiran mereka berdua dan pikiran jugalah yang akan menjadi jalan mereka untuk kembali ke Firdaus. Life is all about how to control our minds, and how to make use of our limited knowledge.

Pernyataan dari Luca menimbulkan sebuah pertanyaan dari Bodhi, “buat apa mereka capek-capek keluar, kalau memang nantinya kembali lagi? Tinggal aja terus di Firdaus. Beres. Gitu aja kok repot.”

Pertanyaan Bodhi mewakilkan pertanyaanku saat dulu: kenapa saya sering diminta untuk keluar?

Lalu dijawab dengan Luca,

So there can be a journey, you fool. Satu-Satunya cara untuk mengetahui asal-usulmu adalah keluar, lalu kembali. Kamu pikir si Adam itu tahu dirinya istimewa kalau tidak dibuang dulu ke Bumi?

Luca. Supernova: Akar

Lagi-lagi, Luca memberikan kalimat yang buat saya tergelitik:

Apa yang kamu cari tidak ada di buku atau kitab manapun. A pile of manure without a seed will not sprout a thing. And a seed without the sun will stay lifeless in darkness. Semua pertanyaan dan keingintahuanmu datang bersamaan dengan jawaban. Jaraknya cuma setipis kulit bawang. Kamu mungkin tidak akan pernah jadi nabi, tapi kamu bisa jadi dirimu sendiri. Karena kalau kamu ingin mencicipi apelku, jangan cuma pandangi gambarnya. Makan. Kalau ingin buddha, jangan cari dia. Jadilah dia.

Luca. Supernova: Akar.

Berhenti menghalangi sinar matahari. Tidak ada gunanya kabur demi mengulur-ulur masa depan, karena tidak ada masa depan. Semuanya sedang terjadi. So, mengenai tujuanmu tadi, tell me again, is it really nowhere or now here?

Luca. Supernova: Akar.

Selain Bodhi, saya juga merasa relate dengan pengalaman Tristan. Dia bilang, setelah mengikuti latihan meditasi Vipassana, ada sesuatu yang berubah di dirinya. Yes, ini juga terjadi di saya.

Saya berjanji kepada diri saya untuk mulai keluar di tahun 2024, dan mengawali perjalanan tersebut dengan mengikuti 10 Hari meditasi Vipassana di Gadog, Puncak. Cerita pengalaman saya terkait kegiatan ini, bisa dibaca di postingan berjudul: Pengalaman Meditasi Vipassana 100 Jam.. Meditasi Vipassana mengajarkan saya satu hal terkait kemelekatan dan ketidakkekalan, dan ajaran ini cukup membantu saya dalam menjalani hidup.

Lucunya.. Perjalanan kedua saya adalah ke Jogja-Solo, bersama seorang teman yang menganut kepercayaan agama Buddha. Perjalanan ini terjadi atas keimpulsifan teman saya yang ingin ikut pelepasan lampion di Magelang, dan saya dengan rasa penasaran yang tinggi ingin memanfaatkan kondisi tersebut. Saya menyebut perjalanan ini sebagai wisata religi, karena sejak di hari pertama kami ke Solo, tidak sengaja kami melewati Vihara di Pasar Gede kemudian teman saya mampir untuk ibadah. Saya ikut masuk hanya untuk sekadar melihat-lihat sekitar dan juga cara teman saya beribadah. Cerita perjalanan Jogja-Solo akan saya tulis di postingan lain ya!

Sinkronisitas antara Buku Akar dan kehidupan saya 2 tahun terakhir bikin saya cukup kaget sekaligus kagum. Buku Akar ini semacam memberikan jawaban sekaligus konfirmasi apa yang terjadi di kehidupan saya.

Pun ke Dee Lestari, saya kagum dengan dirinya. Buku-bukunya selalu membicarakan tentang transformasi dan discovery. Lewat karya-karyanya, Dee Lestari mengajak pembacanya untuk mengenali potensi di dalam dirinya dan memaksimalkan potensi tersebut untuk membantu banyak orang. Mungkin ini misi yang sama dengan teman-teman saya saat pertemuan kami pertama kali di komunitas: ingin menyadarkan banyak orang yang punya potensi terpendam dan memaksimalkan potensinya tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *